Wilayahnya Disurvei Jadi Lokasi Panas Bumi, Kepala Desa Di Nagekeo Menolak

Sedang Trending 2 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX
Wilayahnya Disurvei Jadi Lokasi Panas Bumi, Kepala Desa di Nagekeo Menolak Dokumen survei panas bumi nan beredar di Nagekeo nan beredar di beragam platform media sosial.(MI/Arnoldus Dhae)


ISU soal letak panas bumi di Pulau Flores terus bergulir. Selain Sokoria di Kabupaten Ende dan Mataloko di Kabupaten Ngada nan sudah ditolak oleh seluruh umat Katolik melalui otoritas gereja lokal, rupanya ada tiga titik di Kabupaten Nagekeo nan juga disurvei oleh para master nan diduga dari Kementerian ESDM berbareng tim mengenai di tingkat lokal.

Dokumen hasil survei tersebut beredar luas di beragam platform media sosial. Dari arsip tersebut diketahui jika penelitian dilakukan oleh tiga orang master pengetahuan bumi dan geofisika dari Badan Geologi Kementerian ESDM ialah Dudi Hermawan, Dede Lim Setiawan, dan Widya Asoka S.

Secara keseluruhan, hasil penelitian disebutkan bahwa panas bumi di Kabupaten itu terdapat tiga golongan letak pemunculan manifestasi panas bumi, ialah di wilayah Marapokot berupa mata air panas dengan temperatur berkisar antara 37°C hingga 75°C, di wilayah Rendoteno berupa mata air panas dengan temperature 38 °C, dan di wilayah Pajoreja berupa mata air panas dengan temperatur 36 °C.

Prospek panas bumi Marapokot diperkirakan berasosiasi dengan Sistem Sirkulasi Dalam (Deep Circulation) nan merupakan hasil dari sirkulasi dalam air meteorik sepanjang area sesar alias area rekahan dengan sumber panas diperkirakan berasosiasi dengan peningkatan gradien thermal di kedalaman.

Prospek panas bumi Renduteno diperkirakan berasosiasi dengan vulkanisme muda Gunung Amegelu, dengan fluida panas nan muncul ke permukaan merupakan aliran lateral (outflow) dari sistem panas bumi vulkanik Gunung Amegelu. Prospek panas bumi Pajoreja diperkirakan bersosiasi dengan vulkanisme

Gunung Ebulobo, dengan fluida panas nan muncul ke permukaan merupakan aliran lateral (outflow) dari sistem panas bumi vulkanik Gunung Ebulobo. Besaran sumber daya spekulatif panas bumi di wilayah Nagekeo adalah Prospek Marapokot (15 MWe), Prospek Rendoteno (10 MWe), dan Prospek Pajoreja (10 MWe).

Pemanfaatan potensi panas bumi di wilayah Nagekeo (prospek Marapokot) disarankan untuk pemanfaatan langsung di sektor pariwisata, pengeringan kopra, perikanan dan sebagainya. Direkomendasikan untuk melakukan survei rinci 3G di wilayah prospek Marapokot terutama penambahan info geofisika dengan metode geolistrik.

Menolak
Kepala Desa Ululoga Kecamatan Mauponggo, Petrus Leko, saat dikonfirmasi soal survei di wilayahnya ialah di Pajoreja, membenarkan terjadinya survei beberapa tahun sebelumnya. Ia mengisahkan, saat itu memang ada petugas datang ke desanya.

"Saat itu kami sebagai wakil pemerintah setempat sama sekali tidak dijelaskan soal survei panas bumi. Kami memang memandang ada petugas datang ke lokasi, mengukur suhu air panas dan beragam info lainnya nan kami tidak paham. Dalam gambaran kami, kehadiran petugas itu untuk ikut mengembangkan desa wisata air panas nan sudah kami bangun di desa kami. Kami kaget, ketika rumor panas bumi ditolak oleh nan Mulia Bapa Uskup Agung Ende dan kemudian beredar arsip hasil penelitian itu. Kami tegas menolak. Kami sudah rapat dengan pastor paroki dan para tokoh, bahwa kami menolak," ujarnya Jumat (28/3).

Hal nan sama dilakukan oleh Kepala Desa Lodaolo, Kecamatan Mauponggo, Frans Bule. Ia mengaku jika kebunnya nan lokasinya berdekatan dengan air panas Pajoreja juga sempat diukur dan disurvei petugas. Desa Lodaolo wilayahnya berdampingan dengan Desa Ululoga di lereng Gunung Ebulobo. Frans kuatir jika panas bumi di Pajoreja dieksplorasi, maka warganya dan kebunnya ikut berdampak.

"Kami kaget, ketika rumor panas bumi mencuat dan ditolak oleh seluruh gereja katolik. Saya bakal memasang tanda penolakan persis di depan letak nan pernah diukur, di wilayah Desa Lodaolo," ujarnya.

Baik Petrus Leko maupun Frans Bule menjelaskan, pihaknya searah dengan penolakan nan dilakukan Uskup Agung Ende nan Mulia DR. Paulus Budi Kleden, SVD. Keduanya sudah melakukan pengumpulan beragam info tentang survei tersebut.

"Kami terus berupaya mencaritahu soal survei ini. Katanya memang tidak layak dieksplorasi tetapi kami belum percaya betul lantaran ini hanya info dari orang nan bukan mahir di bidangnya. Biar tidak terlambat, kami melakukan antisipasi dan tegas menolaknya. Supaya publik tahu bahwa kami tegas. Siapa nan menjamin suatu saat datang lagi petugas, dengan pendekatan teori nan berbeda dan dinyatakan layak. Maka kami tegas menolak sejak dini," urai keduanya.

Merusak ekosistem
Sebelumnya, enam Uskup Regio Nusa Tenggara dengan tegas menolak pembangunan proyek geotermal Flores dan Lembata. Para uskup menengarai, proyek ini telah merusak ekosistem alam di sana. Penolakan ini tercantum dalam Surat Gembala Prapaskah berbareng enam uskup di Provinsi Gerejawi Ende nan terdiri dari: Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden SVD; Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat; Uskup Denpasar, Mgr. Silvester San; Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung; Uskup Maumere, Mgr. Ewaldus Sedu; dan Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus.

Surat gembala ini dibacakan dalam Misa Prapaskah ke-III di seluruh gereja di Provinsi Gerejawi Ende, Minggu 23 Maret 2025.
Enam Uskup tersebut sepakat menandatangani surat gembala dan membujuk para umat untuk menolak geotermal Flores dan Lembata. Dalam surat itu, alih-alih untuk menyediakan daya untuk masyarakat, proyek geothermal justru membawa akibat lingkungan nan serius.

“Gereja dipanggil menjadi penjaga kehidupan dan pelayan sesama. Dalam semangat kasih Kristus, kami membujuk seluruh family umat Allah di wilayah Provinsi Gerejawi Ende untuk menjaga lingkungan dengan menolak pemanfaatan sumber daya nan merusak ekosistem, termasuk daya geotermal Flores dan Lembata, nan menimbulkan pertanyaan beragam pihak saat ini,” begitu bunyi surat gembala.

Setelah mendengarkan pemaparan tim dari ESDM, Uskup Agung Ende Mgr. Budi Kleden SVD menyampaikan beberapa poin tanggapan, sekaligus menjadi penegasan atas pernyataan sikap resmi Gereja Keuskupan Agung Ende.

Sikap Keuskupan Agung Ende ialah Penolakan terhadap proyek pembangunan geothermal, lahir dari keprihatinan bakal konteks nan meliputi  Wilayah Keuskupan Agung Ende  nan terdiri dari gunung dan bukit, serta menyisakan lahan nan terbatas untuk pemukiman dan pertanian warga.

Dari aspek mata pencaharian, nyaris 80% umat Keuskupan Agung Ende adalah petani. Usaha pertanian di wilayah Keuskupan Agung Ende, sangat tergantung pada curah hujan karena sumber air (permukaan) tanah tidaklah banyak. (E-2)