Adu Penalti Pembawa Kesedihan

Sedang Trending 3 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Adu Penalti Pembawa Kesedihan Suryopratomo Pemerhati Sepak Bola(MI/Seno)

FINAL Piala Champions 2008 nan mempertemukan Manchester United dan Chelsea, juaranya kudu ditentukan melalui adu tendangan penaltı. Chelsea nan baru tampil pada final Piala Champions berambisi untuk bisa mengangkat piala.

Namun, angan untuk menorehkan sejarah besar itu pupus. nan paling menyedihkan, kapten kesebelasan John Terry menjadi salah satu penyebab kegagalan. Terry terpeleset ketika hendak menendang bola sehingga tendangannya melenceng jauh di luar gawang nan dikawal Edwin van der Sar.

L’histoire se repete. Nasib jelek nan dialami Terry terulang pada pertandingan 16 Besar Liga Champions Rabu lalu. Kali ini, bintang muda asal Argentina Julian Alvarez nan kudu mengalami mimpi buruk.

Hanya, berbeda dengan Terry, tendangan penaltı kedua nan dilakukan Alvarez masuk ke gawang Real Madrid. Namun, wasit nan mengawasi video assistance referee (VAR) memberitahukan wasit Szymon Marciniak bahwa gol itu tidak sah lantaran ada dua sentuhan kaki sebelum meluncur ke gawang Thibaut Courtois.

Pelatih Atletico Madrid Diego Simeone dan pendukung Atleti mengecam keputusan wasit nan dianggap tidak adil. Pihak Atletico Madrid secara resmi apalagi mengirimkan surat protes, mempertanyakan keputusan untuk menganulir nan mereka anggap sah.

Mereka berpandangan jika gol itu tidak dianulir, bukan mustahil Atletico nan menang adu tendangan penalti dan berkuasa melaju ke perempat final karena penendang keempat Real Madrid, Lucas Vazquez, kandas menjalankan tugasnya sebagai algojo. Kalaupun penendang keempat Atletico Marcos Llorente kandas memperdaya Cortouis, tetap ada penendang kelima nan bisa menjaga angan tim 'Merah-Putih'.

UEFA menunjukkan kepada kubu Atletico bahwa Alvarez melakukan dua sentuhan ketika menendang bola. Kaki kiri bintang muda Argentina itu menyentuh bola sebelum ayunan kaki kanannya menendang keras ke arah tengah gawang Cortuis.

SAKITNYA PENALTI 

Drama adu tendangan penalti selalu memberikan cerita panjang nan tidak ada habis-habisnya. Mereka nan menang selalu merayakan dengan penuh sukacita, sedangkan nan kalah meninggalkan rasa sakit nan tidak habis-habis.

Inggris apalagi pernah dikatakan menghadapi kutukan penalti lantaran selalu kalah dalam adu tendangan penalti. Mereka pernah tersingkir secara menyakitkan di perempat final Piala Dunia 1990 dan semifinal Piala Eropa 1996, dua-duanya dari Jerman. Banyak nan berpandangan bahwa adu tendangan penalti bukan langkah penentuan pemenang nan adil. Sebab, sering kali nan menang bukan tim nan lebih baik, melainkan nan lebih beruntung.

Namun, kemauan untuk menghapus adu tendangan penaltı tidak menemukan pilihan lain nan lebih baik. Ketika pertandingan sudah diperpanjang 2 x 15 menit dan tidak ada satu pun tim nan bisa menjebol gawang lainnya, maka keahlian pengeksekusi penalti serta kecermatan kiper dalam bergerak nan menentukan pemenang.

FIFA mempertahankan keputusan untuk dilakukan adu tendangan penalti. Kalau kembali ke peraturan lama ialah dilakukan pertandingan ulangan keesokan hari, bakal merusak agenda besar nan ada. Belum lagi tanggungjawab kepada stasiun televisi. Mereka kudu mengatur ulang agenda harian, padahal banyak komitmen nan sudah ada dan tidak mungkin dibatalkan begitu saja.

Kepentingan sepak bola sebagai sebuah industri lebih krusial untuk dijaga lantaran di kembali sepak bola ada upaya nan nilainya sangat besar. Itulah nan membikin FIFA dan apalagi UEFA menjadi organisasi nan sangat kaya raya.

Setelah penetapan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 apalagi terbongkar permainan duit di FIFA. Biro Investigasi Federal AS turun tangan langsung, apalagi menangkap tangan Presiden FIFA Joseph Blatter ketika itu.

LIVERPOOL JADI KORBAN

Atletico Madrid bukan satu-satunya klub nan merasakan pahitnya tersingkir lantaran kalah adu penaltı. Liverpool juga kudu menerima realita pahit setelah kalah ‘beruntung’ dari Paris Saint Germain.

Seperti halnya Atletico, kekalahan itu terasa semakin sakit lantaran keduanya kudu tersingkir di depan pendukung sendiri. Simeone sampai kudu turun untuk menghardik anak asuhnya agar tegar dan menyampaikan terima kasih kepada pendukung Atletico nan sudah luar biasa memberi dukungan.

Sehari sebelumnya, para pemain Liverpool melangkah gontai setelah tersingkir dari arena Liga Champions. Pelatih Arne Slot sampai kudu memeluk ujung tombak Darwin Nunez nan paling terpukul lantaran kandas menjalankan tugasnya dengan baik. Sebagai seorang penyerang, mencetak gol wajib menjadi kebiasaan. Ternyata Nunez tidak bisa memperlihatkan kualitasnya sebagai pencetak gol nan bisa diandalkan. Kegagalan penyerang asal Uruguay itu meruntuhkan kepercayaan diri pemain nan lain.

Curtis Jones nan menjadi penendang ketiga kudu menanggung beban tambahan. Ia terbebani untuk tidak boleh kandas mencetak gol lantaran tiga pemain PSG, ialah Vitinha, Goncalo Ramos, dan Ousmane Dembele, bisa menjalankan tugas dengan baik. Tendangan Jones ke pojok kanan bawah bisa ditepis kiper Gianluigi Donnarumma.

Liverpool nan berhasil di Liga Primer Inggris tiba-tiba menjadi tim nan kehilangan ketajaman. Mereka hanya bisa sekali menjebol gawang PSG dari kaki Mohamed Salah dan kudu menyerah 1-4 dalam drama adu tendangan penalti.

Sepahit apa pun kekalahan nan kudu dialami, bumi bakal terus berputar. Virgil van Dijk dan kawan-kawan kudu segera bangkit untuk menyongsong tantangan baru ialah final Piala Carabao. Minggu (16/3) malam, Liverpool bakal berhadapan dengan Newcastle United untuk memperebutkan piala pertama di kejuaraan Inggris musim ini. Kemenangan malam besok tidak hanya menjadi pelipur lara, tetapi juga menjaga semangat meraih juara di musim ini.

Ada dua gelar nan tidak boleh lepas dari tangan, ialah Piala Carabao dan Liga Primer. Ini sesuatu nan paling krusial bagi Slot dalam kiprah pertamanya di kejuaraan sepak bola Inggris.

Belajar dari kekalahan dari PSG, tidak ada nan pasti dalam sepak bola sebelum peluit panjang ditiupkan wasit. Newcastle bukanlah tim nan mudah dikalahkan. Mereka mempunyai playmaker Bruno Guimaraez nan bisa mengubah permainan dan membikin penyerang sekelas Alexander Isak mudah menjebol lawan.