Ekonom Soroti Fenomena Serakahnomics, Momentum Ri Berbenah!

Sedang Trending 23 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, librosfullgratis.com - Presiden RI Prabowo Subianto mengungkap adanya ajaran baru dalam ekonomi, ialah 'serakahnomics'. Ini adalah terminologi dari Prabowo untuk menggambarkan praktik keserakahan dalam ekonomi.

Ekonom menilai istilah serakahnomics bisa menjadi momentum untuk pembenahan struktural. Pasalnya, kosakata tersebut adalah langkah untuk Presiden RI menyoroti masalah nan sudah mengakar di Indonesia. Yakni akumulasi kekayaan dan sumber daya oleh segelintir pihak.

Peneliti Ekonom Core Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menilai selama ini banyak golongan masyarakat mini nan tidak punya akses setara terhadap modal, tanah, alias kesempatan usaha. Di sisi lain, ada golongan nan terus mendapat kemudahan, baik dari sisi izin maupun jaringan kekuasaan.

Kondisi inilah nan menjadi penyebab utama sulitnya mengatasi ketimpangan dan kemiskinan di Indonesia.

Seperti nan diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rasio Gini alias ketimpangan pengeluaran masyarakat RI pada Maret 2025 mencapai 0,375. Angka ini menurun 0,006 poin jika dibandingkan dengan gini ratio September 2024 nan sebesar 0,381.

Sebagai catatan, nilai rasio Gini berada di antara 0-1. Jika semakin tinggi alias mendekati 1, semakin tinggi ketimpangannya.

"Kita tahu ekonomi Indonesia tumbuh cukup konsisten dalam beberapa tahun terakhir, tapi lembah antara nan punya dan nan tidak tetap lebar," ujar Yusuf kepada librosfullgratis.com, Rabu (30/7/2025).

Maka dari itu, Yusuf menilai dengan penyebutan serakahnomics oleh Presiden Prabowo semestinya menjadi dorongan politik untuk membenahi struktur ekonomi secara menyeluruh. Namun, tantangannya bakal sangat besar. Pasalnya, mengubah pola seperti ini butuh kemauan politik nan kuat, transparansi, dan keberpihakan nan jelas pada golongan rentan.

"Yang terpenting, kritik seperti ini sebaiknya diikuti dengan kebijakan nyata nan bisa membuka lebih banyak akses dan kesempatan bagi semua, bukan hanya memperkuat posisi nan sudah kuat," ujarnya.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa serakahnomics lahir dari dua akar persoalan besar, ialah corak ekonomi nan ekstraktif dan perilaku pejabat negara nan koruptif.

Menurut Bhima, para pelaku serakahnomics kerap memanfaatkan kekuasaan untuk mempengaruhi kebijakan negara, menyuap pejabat tinggi alias apalagi ikut menjadi bagian pemerintahan. Sebagai imbalan, para pelaku mendapat konsesi lahan tambang alias perkebunan nan luas.

Dalam praktiknya, Bhima mengungkapkan pelaku serakahnomics berkedok ekspor nan dilakukan secara terlarangan alias disebut sebagai penghindaran pajak alias underinvoicing.

"Dia jual tanah dan air, dia keruk dan rusak tapi uangnya ditransfer ke luar negeri. Jadi pajaknya juga kurang bayar. Tapi lantaran dijaga secara politik maka tidak ada pihak nan berani menganggu selama jangka waktu nan lama," ujar Bhima kepada librosfullgratis.com, Rabu (30/7/2025).

Kebijakan deregulasi pemerintah dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja pun dinilai dapat menjadi celah para pelaku Serakahnomics untuk melakukan penguasaan aset. Hal ini disebabkan oleh proses deregulasi nan tidak partisipatif dan transparan.

"Beberapa deregulasi misalnya di izin lingkungan hidup dan peran pengawasan pemda justru memicu masifnya sektor ekstraktif. Bukan berapa jumlah izin nan di hapus alias diganti tapi prosesnya," ujarnya.

Sebagai solusi untuk mengentas serakahnomics, Bhima menilai perlu diberlakukan pajak windfall keuntungan alias pajak anomali dari untung sektor ekstraktif. Seperti contohnya, pada perusahaan batu bara.

Selanjutnya, reforma agraria kudu dilakukan secara serius. Salah satunya dengan pembagian tanah kepada petani tanpa lahan garapan agar terjadinya pemerataan. Selain itu, seluruh mafia birokrasi alias koruptor di semua lini perizinan dan kebijakan perlu diberantas.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Prabowo Ungkap Fenomena Baru 'Serakahnomics' di RI