ARTICLE AD BOX

FORUM Kepala SMA Swasta (FKSS) Jawa Barat (Jabar) tengah menyiapkan tim norma untuk mengusulkan gugatan terhadap Keputusan Gubernur (Kepgub) Jabar Nomor: 463.1/Kep.323-Disdik/2025. Akibat Kepgub tersebut, rombongan belajar (rombel) SMA/SMK nan sebelumnya maksimal hanya 36 berubah menjadi maksimal 50 siswa.
“Tim norma tetap merumuskan gugatan dan bakal dilayangkan secepatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Persiapan pengajuan gugatan PTUN itu sembari menunggu respons dari pihak-pihak mengenai terkait surat terbuka FKSS Jabar beberapa waktu lalu. Jika hasilnya (surat terbuka) positif maka tidak lanjut (ke PTUN). Sehingga sembari menunggu (respons), kami tetap merumuskan (gugatan) dengan tim hukum,” ungkap Ketua FKSS Jabar, Ade D Hendriana, Selasa (8/7).
Menurut Ade, gugatan ke PTUN bisa diajukan 90 hari setelah diterbitkannya Kepgub mengenai penambahan jumlah rombel. Intinya FKSS sudah siap andaikan kudu bersambung di PTUN. Oleh lantaran itu, pihaknya mulai merumuskan materi gugatan agar bisa segera mengusulkan permohonan gugatan jika surat terbuka tidak mendapat respons positif. FKSS membikin surat terbuka sebagai corak penolakan terhadap Kepgub penambahan jumlah siswa per rombel di sekolah negeri untuk mencegah anak putus sekolah.
“Padahal, para siswa dari family kurang bisa nan tidak tertampung di sekolah negeri dapat disalurkan ke sekolah swasta, kemudian dibiayai oleh Pemprov Jabar. Kan, sekolah swasta juga bisa berkontribusi mencegah anak putus sekolah,” jelasnya.
Ade memastikan, 1.300-an sekolah swasta nan tergabung dalan FKSS Jabar siap menerima siswa kurang bisa nan dibiayai pemerintah untuk mendukung program pencegahan anak putus sekolah. Namun jika rupanya tidak ada tanggapan dari pihak mengenai terkait surat terbuka FKSS Jabar, maka bakal melayangkan gugatan ke PTUN secepatnya.
Keputusan Gubernur
Sebelumnya, Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, mengungkapkan menambah jumlah siswa dari 36 menjadi 50 setiap rombel lantaran negara meminta rakyatnya untuk sekolah. Menurut dia, sudah menjadi tugas pemerintah menyediakan akomodasi dan kemudahan untuk warganya mendapat pendidikan.
“Negara tidak boleh menelantarkan warganya sehingga tidak bersekolah. Jangan sampai penduduk mendaftar capek-capek mau sekolah, tapi negara tidak memfasilitasi. Maka saya sebagai gubernur bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak di Jabar. Saya tidak menginginkan anak-anak Jabar putus sekolah,” tegas oria nan berkawan disapa Kang Dedi Mulyadi alias KDM itu.
Menurut Dedi, kebijakan menambah rombel dari maksimal 36 siswa menjadi 50 siswa merupakan salah satu upaya nan dilakukan agar tidak ada lagi penduduk nan putus sekolah.
Dalam kebijakannya maksimal 50 siswa dalam satu rombel, artinya, setiap kelas bisa menerima 30, 35 alias 40 siswa. Dan pertimbangan penambahan rombel itu berasas kesiapan sekolah di suatu wilayah dan keahlian ekonomi warganya. Misalnya, di suatu wilayah terdapat siswa nan tidak diterima masuk SMA/SMK negeri terdekat dan lantaran ketidakmampuan ekonomi, tidak sanggup sekolah ke SMA swasta, sehingga membikin warganya putus sekolah.
“Tidak bisa itu bukan hanya tidak bisa bayar setiap bulan. Bisa saja dia bayar setiap bulan Rp200 ribu alias Rp 300 ribu. Tetapi misalnya dia berat diongkos menuju sekolahnya, maka Pemprov Jabar mengambil kebijakan, dari pada tidak sekolah, dia lebih baik sekolah walaupun di kelasnya 50 siswa,” jelasnya.
Berdasarkan info Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar per November 2024, terdapat 658.831 anak di Jabar nan tidak bersekolah. Angka ini mencakup anak nan putus sekolah (drop out) 164.631 anak, lulus tapi tidak melanjutkan 198.570 anak, dan nan belum pernah berguru sama sekali 295.530 anak. (AN/E-4)