Mendiktisaintek Pastikan Tidak Ada Kenaikan Ukt Tahun Depan

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX
Mendiktisaintek Pastikan Tidak Ada Kenaikan UKT Tahun Depan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro difoto di Gedung D, Kementerian Pendidikan, Jakarta,(MI/Susanto)

MENTERI Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi alias Mendiktisainstek Satryo Soemantri Brodjonegoro memastikan bahwa tahun depan tidak bakal ada kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) bagi para mahasiswa baru. 

“UKT tidak dinaikkan tahun depan,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (25/12). 

Lebih lanjut, meskipun UKT dipastikan tidak bakal naik tahun depan, masyarakat tentu tetap cemas tentang kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% termasuk di bagian pendidikan.  Menyangkut dengan perihal tersebut, Satryo belum dapat memastikan akibat kenaikan PPN 12% tersebut terhadap sektor pendidikan tinggi.

“PPN 12% untuk pendidikan tetap bakal dibahas kembali oleh Kemenkeu,” ujar Satryo. 

Secara terpisah, Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Prof. Dr. R. Agus Sartono menilai rencana pengenaan PPN 12% terhadap sektor pendidikan tidak tepat dan sebaiknya dibatalkan. Ia menilai jika pengenaan pajak tersebut dipaksakan justru bakal memperburuk capaian akses perguruan tinggi dan semakin membikin Indonesia tertinggal jauh dengan negara ASEAN lainnya. 

“Pendidikan merupakan investasi jangka panjang dan tidak semestinya dijadikan objek pajak. Kalau saja kebocoran dan korupsi dapat ditekan, maka lebih dari cukup untuk pembiayaan investasi sumber daya manusia. Jika kita abai terhadap sektor pendidikan maka hanya masalah waktu saja kita justru bakal makin terpuruk,” kata Agus Sartono. 

Meski pengenaan PPN 12% terhadap pendidikan bertaraf internasional, diakui Agus tidak tepat sasaran mengingat pemerintah sendiri gencar mendorong agar pendidikan di Indonesia mempunyai kualitas bertaraf internasional. 

Sementara itu, di sisi lain saat ini ada beragam Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN BH) nan telah lama mengembangkan International Undergraduate Program (IUP). Program ini tidak saja menyumbangkan pembiayaan bagi PTN BH, tetapi juga bisa menarik minat student exchange dari negara lain. 

“Melalui IUP PTN BH bisa memberikan subsidi silang bagi anak-anak dari family nan secara ekonomi kurang bisa sehingga mereka mendapatkan akses pendidikan tinggi,” ungkapnya.

Agus menyampaikan kehadiran mahasiswa asing di PTN BH juga mempunyai peran strategis dalam jangka panjang. Selain melakukan mendorong ekspor jasa pendidikan, perihal tersebut juga berpotensi melahirkan para Indonesianis nan memainkan peran krusial dalam membangun hubungan bilateral antar negara. 

Dia menilai pengenaan pajak di sektor pendidikan ini waktu nan kurang tepat terlebih memandang tantangan terhadap akses pendidikan di tanah air nan tetap terbatas. Pasalnya, Data Badan Pusat Statistik (BP) memproyeksikan populasi masyarakat usia 19-23 tahun mencapai 27,39 juta jiwa di tahun 2025. Sementara, nomor partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi ditargetkan sebesar 35%. Artinya, jumlah mahasiswa bakal mencapai 9,58 juta. Jumlah tersebut menunjukkan perlunya peningkatan kapabilitas akses pendidikan untuk 1,27 juta mahasiswa. 

“Pertanyaan mendasar adalah kenapa pada saat pemerintah kesulitan meningkatkan akses justru berencana menambah beban berupa PPN 12%? Belum lagi berbincang gimana mengatasi luaran pendidikan nan tidak bisa diserap industri,” pungkasnya. (H-3)