ARTICLE AD BOX
PERTEMUAN Pastoral (Perpas) Regio Gerejawi pada gereja Katolik Nusra ke-XI kembali digelar di Keuskupan Larantuka di Kota Larantuka, Ibu Kota Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Pertemuan nan digelar pada 1-5 Juli 2025 itu dihadiri Pemimpin di delapan leuskupan se-regio Bali Nusra.
Pertemuan para pemimpin gereja berbareng umat di delapan keuskupan itu membahas delapan rumor nan memerlukan penanganan bersama, baik oleh pihak gereja maupun pemerintahan dengan mengusung tema utama Gereja Berwajah Migran, Berziarah Dalam Harapan: Mencari Praksis Pastoral.
Pastoral Regio Gerejawi Nusra ke-XI itu terdiri dari Keuskupan Larantuka, Keuskupan Maumere, Keuskupan Maumere, Keuskupan Agung Ende, Keuskupan Ruteng, Keuskupan Labunbajo, Keuskupan Denpasar, Keuskupan Weetebula, Keuskupan Atamabua, dan Keuskupan Agung Kupang.
Pada Rabu (2/7) proses PERPAS diawali dengan aktivitas penerimaan dan pembukaan. Uskup Larantuka, Fransiskus Kopong Kung, menerima peserta Perpas di gerbang Gereja Katedral Larantuka. Didahului dengan sapaan dan suguhan budaya serta pengalungan selendang. Sebagai bagian dari aktivitas pembukaan, disampaikan gambaran keseluruhan proses Perpas nan dikemas dalam Tema: Gereja Berwajah Migran, Berziarah Dalam Harapan: Mencari Praksis Pastoral agar peserta mendapat info nan memadai dan menempatkan diri dalamframe Perpas XI.
Pada hari kedua Perpas diisi dengan pemaparan tematis dari Keuskupan se- Nusra, Keuskupan Transit (Pangkal Pinang), Keuskupan Tujuan (Sabah- Malaysia) tentang peta perpolitikan Indonesia saat ini dan dampaknya bagi PMI-Kerawan KWI.
Pertanyaan strategis untuk sesi ini adalah 'Bagaimana Realitas Migrasi di wilayah Nusra dengan kompleksitas permasalahannya, serta sejauh mana Respon para pihak mengenai pelayanan dan perlindungan nan komprehensif bagi PMI di NTT?'.
Adapun tema nan dipersiapakan antara lain Dirtipidsiber terhadap Human Trafficking di Indonesia dengan pemateri dari Keuskupan Larantuka nan juga membawakan materi Wabah Peternakan dan Pertanian dan Pemberdayaan Masyarakat Nelayan- Tani- Ternak (NTT).
Dari Keuskupan Maumere membacakan materi Human Trafficking: Luka Kemanusiaan nan mendesak.
Pemateri dari Keuskupan Agung Ende membawakan materi Eksploitasi Energi: Memilih Masa Depan Secara Bijaksana. Dari Keuskupan Ruteng membawakan materi Stunting, Ancaman bagi Masa depan Generasi (Respons Pastoral). Keuskupan Labuan Bajo memaparkan tentang Pariwisata Premium& Dampak Pastoral Bagi Gereja.
Keuskupan Denpasar menyiarkan tentang Migrasi Internasional dan Dampak Pastoral Bagi Gereja. Adapaun Keuskupan Weetebula, membawakan materi Pemberdayaan Komunitas Migran Perempuan. Keuskupan Agung Kupang menyampaikan Pastoral Cargo (Pengembalian jenazah PMI ) dan Tantangannya. Keuskupan Atambua membawakan Pemberdayaan Keluarga Migran berbareng Caritas.
Selain delapan Keuskupan se-regio Bali-Nusra, panitia Perpas juga menghadirkan Keuskupan Transit Keuskupan Pangkal Pinang nan membawakan materi Advokasi Human Traficking dan Rumah Aman Migran. Ada pula Keuskupan Tujuan Keuskupan Kota Kinabalu nan memaparkan Pendidikan Anak Migran Indonesia, Keuskupan Keningau membicarakan Integrasi Migran Indonesia dalam Karya Pastoral di Paroki/Keuskupan.
Keuskupan Sandakan memaparkan Pelayanan Sakramen bagi Para Migran Indonesia.
Sementara itu Bupati Lembata juga ikut ambil bagian memaparkan Tata Kelola Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Lembata berasas Undang-Undang No.18 tahun 2017 tentang Pelindungan PMI.
Bupati Lembata Kanisius Tuaq menyebutkan, peran pemerintah setempat dalam upaya penanganan PMI antara lain pembentukan LTSA (Rumah Pelayanan Migran/Perantau, nan sekarang Masih menggunakan mall pelayanan umum) di Kabupaten Lembata sebagai unit unik pelayanan PMI.
Selain itu, Pemda Lembata juga melakukan penguatan kapabilitas pemerintah desa berupa pelayanan administrasi, menghadirkan rumah singgah di wilayah transit seperti di Kabupaten Nunukan dengan tujuan mengorganisir PMI dan permasalahan-permasalahan PMI asal Lembata.
Pemerintah sedang berupaya untuk melegalkan PMI nan sudah ada di Luar negeri. Pemda Lembata juga mendorong pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) alias membangun kerjasama BLK Komunitas di Desa Pada nan pada akhirnya ditingkatkan menjadi Balai Latihan Kerja Luar Negri (BLKLN), Mengupayakan klinik pemeriksaan kesehatan di Lembata unik bagi CPMI dengan merujuk pada standar negara tujuan penempatan.
Selain itu, Pemda Lembata juga menginisiasi Pembetukan Satgas TPPO (No.23 tahun 2024) Lembata. Melibatkan peran pemerintah desa dan untuk bersama–sama dalam melakukan pencegahan dan penanganan masalah Tindak Pidana Perdagangan Orang dan melakukan pembinaan dan sosialisasi tentang sistem dan persyaratan penempatan PMI secara baik dan betul dalam rangka perlindungan bagi calon PMI.
Ia menyebut, pemda setempat telah melakukan kerja sama pola kemitraan dengan perusahaan penempatan, pemerintah dan pihak perbankkan alias lembaga finansial lainnya guna memberdayakan mantan pekerja migran. (PT/E-4)