Petaka Baru Di China, Muncul Fenomena "anak Dengan Ekor Busuk"

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, librosfullgratis.com - Para generasi muda di China makin banyak nan kesulitan mencari kerja sesuai dengan bagian studinya, lantaran untuk bekerja sesuai bidang kuliah nan mereka tempuh selama di bangku kuliah bukanlah perkara mudah.

Kondisi ini terungkap dalam laporan CNA berjudul "Mengapa Sarjana Muda Banyak Menganggur di China". Banyak dari pencari kerja nan ditemui CNA di bursa kerja alias job fair Lishuiqiao, Beijing, akhir pekan lampau menyatakan mereka susah mencari kerja sesuai bagian studinya selama masa di kampus.

"Saya memandang peluangnya cukup suram, pasar tenaga kerja sepi, akhirnya saya mengurungkan niat mengejar posisi tertentu," kata Hu Die, pencari kerja berumur 22 tahun nan merupakan sarjana kreasi dari Harbin University of Science and Technology kepada CNA, dikutip Sabtu (15/3/2025).

Li Mengqi, sarjana teknik kimia dari Institut Teknologi Shanghai nan telah berumur 26 tahun, sudah delapan bulan menganggur setelah lulus kuliah. Gara-garanya sama, dia tak menemukan pekerjaan nan sesuai dengan jurusannya saat menempuh pendidikan di universitas.

Chen Yuyan, 26 tahun, lulusan Guangdong Food and Drug Vocational College pada 2022, apalagi akhirnya kudu bekerja sebagai petugas sortir paket di sebuah bagian pemasok kurir.

Ia mengatakan, meskipun telah mendapatkan pendidikan vokasi, baginya susah untuk memperoleh pekerjaan dengan standar penghasilan nan mencukupi. Sebab, banyak lowongan kerja nan mencantumkan syarat-syarat menyulitkan.

"Banyak perusahaan mencari kandidat nan sudah berpengalaman-orang-orang nan bisa langsung bekerja. Sebagai lulusan baru, kami tidak punya cukup pengalaman. Mereka sering mengatakan tidak mempunyai sumber daya untuk melatih tenaga kerja baru, dan penghasilan nan ditawarkan sangat rendah," ucap Chen.

Krisis Pasar Tenaga Kerja di China

Pendiri Young China Group, lembaga think tank alias ahli filsafat nan berbasis di Shanghai, Zak Dychtwald mengatakan, apa nan terjadi dengan Li, Hu, dan Chen merupakan gambaran krisis pasar kerja di China bagi para pemudanya, nan berambisi bisa berkarir sesuai bagian keahliannya.

"Salah satu masalah terbesar saat ini adalah ketimpangan antara kerja keras nan mereka lakukan saat kuliah dan pekerjaan nan menanti ketika lulus," kata Zak Dychtwald.

Asisten guru besar Sosiologi di University of Michigan, Zhou Yun, mengawasi meskipun lulusan dari sekolah-sekolah elite dan bidang automasi ataupun AI banyak dicari, namun para sarjana tetap kesulitan mendapatkan pekerjaan nan sesuai dengan skill mereka akibat meningkatnya persaingan di bursa kerja.

"Industri nan secara tradisional menjadi penyerap utama lulusan perguruan tinggi, seperti startup internet dan pendidikan, juga mengalami penyusutan dalam beberapa tahun terakhir. Jadi, ada argumen struktural nan mendalam di baliknya," katanya.

Memburuknya pasar kerja di China telah memunculkan istilah "anak dengan ekor busuk" di China sebagai gambaran sarjana muda nan terpaksa bekerja dengan penghasilan rendah dan berjuntai pada orang tua, lantaran tidak mendapatkan pekerjaan nan sesuai dengan pendidikan mereka. Istilah ini diambil dari "gedung ekor busuk", proyek perumahan nan mangkrak dan menjadi beban ekonomi China sejak 2021.

Eli Friedman, guru besar Global Labor and Work di Cornell University, menyoroti adanya pergeseran budaya nan memengaruhi sikap generasi muda terhadap pekerjaan.

Ancam Kepastian Ekonomi

Berbeda dengan generasi orangtua mereka, sarjana muda saat ini lebih enggan menerima pekerjaan berbobot rendah alias tidak stabil, apalagi di tengah tekanan ekonomi. Bahkan, mereka juga enggan memulai upaya mini untuk bisa mengembangkan bisnis.

"Saat ini jika Anda berumur 22 alias 23 tahun dan baru lulus universitas di China, saya rasa Anda tidak bakal mau berdagang barang-barang mini di jalanan, lampau menabung dan menggunakannya untuk memulai upaya kecil-kecilan. Secara budaya, saya rasa itu bukan lagi jalan nan dipilih kebanyakan orang," kata Friedman.

Pergeseran sikap ini telah melahirkan istilah "merunduk" alias tangping dalam bahasa Mandarin, ketika kaum muda memilih mundur dari persaingan kerja nan hiperkompetitif. Beberapa anak muda enggan "menerima pekerjaan apa pun nan tersedia" lantaran semakin kecewa dengan model tradisional pengembangan karir, menurut Friedman.

Zhou dari University of Michigan menyoroti akibat psikologis mendalam akibat pengangguran berkepanjangan, terutama di kalangan lulusan nan sebelumnya dijanjikan masa depan nan stabil.

"Ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan tidak hanya menciptakan ketidakpastian ekonomi, tetapi juga menghilangkan martabat dan tujuan hidup. Bagi para lulusan, perihal ini meruntuhkan narasi nan selama ini mereka yakini - bahwa pendidikan bakal memberikan kehidupan nan lebih baik," ujarnya.

Tahun ini jumlah lulusan universitas di China bakal mencapai rekornya, 12,22 juta orang, naik dari 9 juta orang pada 2021. Pemerintah China telah mengakui solusi untuk mengatasi tantangan lapangan pekerjaan di negara itu sangat mendesak.

"Ketidakcocokan antara pasokan dan permintaan sumber daya manusia semakin mencolok," kata Menteri Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial China, Wang Xiaoping, dalam konvensi pers pada 9 Maret lampau di sela-sela pertemuan tahunan Lianghui alias Dua Sesi.

Laporan Kerja Pemerintah China 2025 merinci rencana untuk mengatasi pengangguran kaum muda, dengan menekankan ekspansi kesempatan kerja, support finansial nan lebih terarah, dan support baru bagi kewirausahaan.

Langkah-langkah spesifik nan diusulkan meliputi pengembalian premi asuransi pengangguran, pemotongan pajak dan biaya, subsidi pekerjaan, serta support langsung bagi industri padat karya.

China telah menetapkan sasaran untuk menciptakan lebih dari 12 juta pekerjaan baru di wilayah perkotaan tahun ini, sebagaimana dirinci dalam Laporan Kerja Pemerintah pada Dua Sesi.

Meskipun jumlah lulusan nan memasuki pasar kerja tahun ini mencapai rekor tertinggi, China tetap menghadapi kekurangan tenaga kerja terampil, terutama di sektor manufaktur.

Menurut laporan China Daily pada Juli lalu, nan mengutip pedoman pengembangan tenaga kerja manufaktur dari Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi serta departemen terkait, China diperkirakan bakal mengalami kekurangan sekitar 30 juta pekerja terampil di 10 sektor manufaktur utama pada tahun 2025.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Dalam 5 Tahun, Prabowo Bakal Ciptakan 2,9 Juta Lapangan Kerja

Next Article Fenomena Baru di China, Puluhan Ribu TK Berubah Jadi Panti Jompo