Saham As Anjlok Usai Trump Umumkan Gelombang Tarif Baru, Pasar Tertekan

Sedang Trending 6 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Saham AS Anjlok Usai Trump Umumkan Gelombang Tarif Baru, Pasar Tertekan Wall Street terguncang setelah Trump umumkan tarif baru hingga 40% terhadap 14 negara. Saham otomotif dan teknologi Jepang-Korea anjlok.(freepik)

SAHAM-saham di Wall Street melemah tajam, Senin (7/7), setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan serangkaian tarif baru terhadap beberapa negara, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Afrika Selatan.

Indeks Dow Jones ditutup turun 422 poin alias 0,94%, S&P 500 melemah 0,79%, sementara Nasdaq nan didominasi saham teknologi terkoreksi 0,92%. Ketiganya mencatatkan hari terburuk dalam nyaris tiga pekan terakhir.

Tarif Baru, Ketidakpastian Baru

Pelemahan pasar dimulai saat Trump mengumumkan tarif 25% terhadap Jepang dan Korea Selatan, nan dijadwalkan bertindak mulai 1 Agustus. Ketegangan meningkat saat dia kemudian mengumumkan tarif tambahan 25% hingga 40% terhadap negara-negara lain, seperti Malaysia, Kazakhstan, Laos, Myanmar, dan Afrika Selatan.

Trump mengunggah surat pemberitahuan tarif di platform Truth Social. Dalam surat itu disebutkan tarif dapat disesuaikan ke atas alias ke bawah tergantung hubungan jual beli masing-masing negara dengan AS. Tarif baru ini berkarakter terpisah dari tarif sektoral nan sudah bertindak sebelumnya.

Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengonfirmasi Presiden Trump menandatangani perintah pelaksana untuk memperpanjang tenggat waktu tarif dari 9 Juli menjadi 1 Agustus, guna membuka ruang negosiasi dagang.

Saham Otomotif dan Teknologi Paling Terpukul

Saham perusahaan otomotif Jepang nan terdaftar di AS tertekan signifikan:

  • Nissan turun 7,16%
  • Toyota ambruk 4%
  • Honda melemah 3,86%

Saham perusahaan teknologi Korea Selatan juga ikut terjun:

  • LG Display turun 8,3%
  • SK Telecom merosot 7,76%

Sementara itu, ETF (Exchange Traded Funds) nan mengikuti pasar saham Jepang, Korea Selatan, Afrika Selatan, dan Malaysia juga turun antara 1,7% hingga 3,5%, mencatatkan hari terburuk sejak awal April.

Investor Cemas, Obligasi dan Dolar AS Menguat

Pasar obligasi turut terdampak. Imbal hasil (yield) Treasury 10 tahun naik menjadi 4,39%, dan 30 tahun naik ke 4,92%, seiring penanammodal menyesuaikan ekspektasi mereka terhadap ketidakpastian kebijakan perdagangan.

Indeks Dolar AS menguat 0,3%, sementara mata duit yen Jepang, won Korea, dan rand Afrika Selatan melemah terhadap dolar. Indeks Volatilitas CBOE (VIX)—dikenal sebagai "indeks ketakutan Wall Street"—melonjak 8,4%, menandakan naiknya kekhawatiran pasar.

Koreksi, Tapi Peluang?

Beberapa analis memandang pelemahan ini sebagai koreksi sehat setelah reli panjang. Indeks S&P 500 telah mencetak empat rekor tertinggi sejak akhir Juni, didorong oleh info ekonomi nan lebih kuat dari perkiraan.

“Surat tarif ini kemungkinan dimaksudkan untuk mendorong negara lain agar segera menyepakati kesepakatan dagang,” ujar Mohit Kumar, kepala strategi Jefferies. Ia menilai koreksi saat ini bisa menjadi kesempatan beli bagi investor.

Namun, analis lain memperingatkan potensi koreksi lanjutan jika pasar terlalu percaya diri.

“Pasar terlalu optimistis terhadap prospek tarif,” tulis Scott Wren, analis dari Wells Fargo Investment Institute. Ia cemas jika tarif betul-betul diberlakukan, shopping konsumen bisa melemah dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Ancaman Tambahan terhadap BRICS

Trump juga mengumumkan tarif tambahan sebesar 10% bagi negara-negara nan beraliansi dengan BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan), menambah ketegangan geopolitik dan jual beli global.

Meski S&P 500 dan Nasdaq sempat mencatat rekor baru dalam beberapa pekan terakhir, indeks Dow Jones tetap tertinggal sekitar 600 poin dari rekor tertingginya.

Kondisi Dinamis

Wall Street sekarang konsentrasi pada perkembangan kebijakan tarif selanjutnya. Menteri Keuangan Scott Bessent mengatakan pemerintah bakal membikin sejumlah pengumuman dalam 48 jam ke depan. Jika negosiasi gagal, tarif bisa “melonjak lebih tinggi” mulai 1 Agustus.

“Kondisi ini sangat dinamis, bisa berubah dalam waktu singkat,” ujar Jim Baird, kepala investasi Plante Moran Financial Advisors.

Jika ketegangan jual beli terus meningkat, analis memperkirakan pasar saham bakal terpukul, sementara aset kondusif seperti emas dan obligasi bisa kembali diminati. (CNN/Z-2)