ARTICLE AD BOX
Jakarta, librosfullgratis.com - Target ambisius Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% dinilai bukan perihal nan mustahil.
Namun, menurut Ekonom senior nan juga merupakan pendiri CReco Research Institute, Raden Pardede, capaian tersebut butuh waktu nan tidak sejenak serta perencanaan nan sangat matang.
"Kalau saya lihat adalah sebetulnya apakah 8% itu bisa? Bisa. Akan tetapi banyak persyaratan nan diperlukan untuk 8%," ujar Rade Pardede dalam aktivitas dalam program Cuap Cuap Cuan librosfullgratis.com, dikutip Kamis (3/7/2025).
Bahkan, Raden menjelaskan pada tahun 1990-an pertumbuhan ekonomi bisa mencapai level 7-9% pada era Presiden Soeharto baru bisa dirasakan setelah pembangunan, berencana, bertahap, dan konsentrasi terhadap prioritas selama kurang lebih 10 tahun.
"Pertumbuhan itu, dia capai sesudah 10 tahun, sesudah dia berkuasa, baru kemudian dia pertumbuhan dan itu direncanakan dengan baik.
Menurutnya, dalam menyusun rencana pertumbuhan ekonomi, kudu dijalankan dengan memperhatikan batas-batas kemampuan. Termasuk dari sisi fiskal maupun sumber daya eksternal.
Selain itu, penyusunan rencana pertumbuhan ekonomi pun kudu memperhatikan sektor-sektor nan dapat meningkatkan produktivitas dan mempertimbangkan peran swasta.
"Menaikkan produktivitasnya, alokasikan dengan benar, pilih sektor-sektor mana nan bakal kita dorong. Kapan itu dilakukan? Kapan itu penting? Jadi prioritasnya, tahapannya seperti apa, itulah planning. Siapa nan melakukan itu? Tidak kudu pemerintah semua. Bagaimana peran swasta? Itu kudu di plan," ujarnya.
Di sisi lain, peran lembaga perencanaan pembangunan seperti Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Bappenas) pun juga penting.
Pada era Presiden Soeharto, Raden menceritakan peran Bappenas merupakan sentral motor perencanan dan pengendalian pembangunan. Evaluasi dan penerapan program dijalankan secara terstruktur di bawah langsung pengawasan presiden.
"Dulu perencanaan dan pembangunan, anggaran pembangunan dikelola oleh Bappenas. Itu direncanakan dengan baik. Kemudian implementasinya juga kudu baik. Jadi pengendalian pembangunan di bawah presiden langsung, tetapi evaluasi, monitor dan pertimbangan oleh Bappenas," ujarnya.
Sebagai catatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sebetulnya Indonesia pernah merasakan laju pertumbuhan ekonomi di kisaran 7%-8% pada era 1990-an. Pada periode 1989-1996 alias pada masa pemerintahan Presiden Soeharto pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terjaga secara rata-rata di level 8%.
"Dalam 50 tahun terakhir dalam sejarah Indonesia, pertumbuhan tertinggi nan sebetulnya pernah kita capai adalah pada era 1990-an, saat kita bisa memperoleh pertumbuhan ekonomi di kisaran 8%. Ini sama persis dengan India saat ini. Itu kenapa sekarang setiap orang memuji-muji India sekarang dan seperti China selama dua dasawarsa terakhir," kata Sri Mulyani.
Namun, dia menekankan, tren laju pertumbuhan ekonomi nan seperti India itu tidak berjalan lama di Indonesia. Pada era 2000-an ekonomi Indonesia terbilang stagnan selama 24 tahun terakhir hingga sekarang dengan rata-rata pertumbuhan di kisaran 5%. Hal ini nan menyebabkan Indonesia belum bisa lepas dari middle income trap.
"Di era saat ini, ketika ada ancaman perubahan iklim, tantangan teknologi digital, perang, geopolitik, serta ketidakpastian ekonomi nan muncul dari tekanan inflasi di negara-negara maju, gimana kita bisa mencapai 6% alias apalagi 7%?" ucap Sri Mulyani.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Was-Was Soal Daya Beli, Investor Pantau Data Ekonomi RI Terbaru