Imbas Kebijakan Gubernur Jabar, Sma Swasta Minim Siswa Baru

Sedang Trending 3 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Imbas Kebijakan Gubernur Jabar, SMA Swasta Minim Siswa Baru SMA Pasundan 1 dan 2 Tasikmalaya saat SPMB tetap minim pendaftar setelah ada kebijakan pemerintah mengizinkan untuk sekolah negeri menerima 50 siswa per kelas.(MI/Kristiadi)

SEJUMLAH sekolah swasta di Tasikmalaya minim fans pada Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun aliran 2025-2026 imbas kebijakan Gubernur Jawa Barat nan mengizinkan sekolah negeri menerima 50 siswa per rombongan belajar (rombel). Kebijakan itu berakibat kepada SMA Pasundan Tasikmalaya nan baru menerima enam calon siswa baru.

Kepala SMA Pasundan 2 Tasikmalaya Darusman mengatakan, sejak dibukanya SPMB, pihaknya baru menerima enam orang nan mendaftar. Keenam siswa itupun dari alumni. Kebijakan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi nan mengizinkan sekolah negeri menerima 50 siswa dalam satu rombongan belajar alias satu kelas telah merampas kewenangan hidup sekolah swasta secara perlahan.

"Kami bukan hanya kehilangan siswa, kami kehilangan kepercayaan sistem. Apalagi di sekolah negeri telah disiapkan jadi raksasa dan swasta ditinggal hanya jadi bayangan. Sejak tahun 1998-2000 SMA Pasundan merupakan salah satu sekolah favorit dan lulusan SMP Pasundan banyak menjadi tokoh, pejabat daerah, pengusaha, dan pendidik. Mereka lahir dari ruang kelas sekolah tersebut," katanya, Senin (7/7).

Kegagalan Pemerintah

Ia mengatakan, SMA Pasundan dikenal dengan kekuatan ekstrakulikuler seperti paskibra, seni tradisi, pramuka, Palang Merah Remaja (PMR) Patroli Keamanan Sekolah (PKS), hingga prestasi akademik. 

Kebijakan memperbolehkan 50 siswa per kelas di sekolah negeri, sambungnya, menjadi gambaran gagalnya pemerintah baik pusat maupun wilayah menciptakan ekosistem nan memadai. Tingginya nomor putus sekolah justru ditangani dengan kebijakan nan buru-buru seperti menambah siswa dalam satu rombel sehingga kelas bakal menjadi sangat padat. Hal itu dinilainya justru membikin siswa dan pembimbing sama-sama susah berkonsenterasi di kelas.

Di sisi lain, sekolah swasta justru seakan ditinggalkan. Padahal, sekolah negeri dan sekolah swasta bisa saling melengkapi jika didorong untuk berkembang bersama-sama.

"Kami menilai pemerintah sudah gagal, terutama dalam menciptakan ekosistem pendidikan berkeadilan, ketika sekolah negeri diberi keleluasaan kuota, fasilitas, sekolah swasta dibiarkan dengan beban operasional tanpa subsidi, perlindungan. Kami tetap bayar guru, menerapkan kurikulum, akreditasi, tetapi, jika siswa tidak ada semua itu percuma," ujarnya.

Pihaknya pun bakal berupaya menarik peserta didik baru dengan melakukan kunjungan door to door ke lingkungan penduduk sekitar.

"Kita sudah berupaya dengan langkah door to door ke rumah, ke RW di lingkungan sekitar sekolah. Tahun ini SMA Pasundan 2 meluluskan 23 orang, siswa sekarang kelas 2 ada 21 orang, kelas 3 tercatat 26 orang dengan total keseluruhan 70 orang. Namun, untuk jumlah pembimbing 18 orang dan satu orang PNS. Harapannya ada penambahan kembali untuk calon siswa nan mendaftar ke SMA Pasundan 2 Tasikmalaya," pungkasnya. (AD/E-4)