ARTICLE AD BOX

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menegaskan komitmennya terhadap perdamaian bumi dalam sesi pleno Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 nan berjalan di Museum of Modern Art (MAM), Rio de Janeiro, Brasil, pada Minggu (6/7) waktu setempat.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengungkapkan bahwa proporsi ekonomi negara-negara BRICS mengalami peningkatan signifikan. Pada tahun 1990, proporsi ekonomi negara BRICS hanya mencapai 15,66%. Namun, pada 2022, nomor ini melonjak menjadi 32%.
"Bergabung dengan BRICS bakal memberikan untung bagi Indonesia untuk bisa lepas dari pasar tradisional seperti AS dan Eropa," nilai Huda saat dihubungi, Senin (7/7)
Tantangan dari Pasar Global
Huda juga mengkritik kebijakan ekspor Indonesia nan kerap terlibat dalam perselisihan perdagangan global, seperti halangan nan ditetapkan oleh EUDR untuk komoditas kelapa sawit. Ia mengingatkan tentang kekhawatiran Trump terhadap pengaruh ekonomi AS nan semakin menurun, berbarengan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara BRICS.
Namun, di kembali peluang, Huda juga menyoroti akibat nan muncul dari koalisi BRICS. Salah satunya adalah potensi bentrok kepentingan dengan negara adikuasa lainnya, termasuk Amerika Serikat. Ancaman tarif impor oleh Trump dapat meningkat sebagai respons terhadap penguatan ekonomi BRICS.
Dampak Terhadap Ekonomi Indonesia
Huda mengingatkan bahwa potensi pelambatan ekonomi dunia dapat berakibat pada negara-negara personil koalisi, termasuk Indonesia. Ia juga menyebut bahwa pertumbuhan produksi peralatan Indonesia bisa melambat setelah Indonesia berasosiasi dengan BRICS, nan dapat menyebabkan penurunan penyerapan tenaga kerja dan apalagi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Untuk itu, Huda menekankan pentingnya pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi akibat ini dengan merumuskan langkah strategis.
"Pemerintah kudu bisa menjalin komunikasi dengan negara lain nan bisa menjadi mitra perdagangan potensial bagi Indonesia sehingga kekuatan diplomasi Indonesia kuat," jelasnya. Huda juga mengingatkan bahwa langkah dalam mengatasi perang tarif dengan Trump menjadi salah satu langkah krusial dalam menjaga kestabilan ekonomi Indonesia setelah keikutsertaan dalam BRICS.
Dengan perhatian terhadap potensi akibat dan kesempatan tersebut, Indonesia diharapkan bisa mengoptimalkan faedah dari berasosiasi dengan BRICS, sembari memperkuat diplomasi dan strategi ekonominya di panggung internasional. (Z-10)