Pagar Laut Tangerang Ganggu Akses Nelayan, Pks Minta Investigasi

Sedang Trending 6 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Anggota DPR RI Fraksi PKS, Dapil Tangerang Raya Banten Habib Idrus Al Jufri menanggapi laporan dan keluhan para nelayan di sekitar Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Tangerang, dalam beberapa minggu terakhir.

Adapun penduduk mengeluhkan akses mereka ke laut telah terganggu akibat adanya 'pagar laut' nan diduga dipasang oleh developer area tersebut.

"Kondisi ini tidak hanya merugikan secara ekonomi tetapi juga melukai keadilan sosial nan semestinya menjadi prinsip utama dalam setiap pembangunan," ungkap Idrus dalam keterangan tertulis, Jumat (10/1/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, Idrus mengungkapkan para nelayan tradisional di wilayah Tangerang Raya, termasuk Pulau Cangkir dan pesisir Kronjo, telah menggantungkan hidupnya pada laut selama puluhan tahun.

"Laut bukan hanya sumber ekonomi, tetapi juga bagian dari identitas mereka. Ketika akses mereka dibatasi oleh proyek-proyek besar seperti PIK 2, kita kudu bertanya: apakah pembangunan ini betul-betul inklusif? Apakah bunyi masyarakat mini didengar dalam proses perencanaannya?," katanya.

"Saya menegaskan bahwa kewenangan nelayan untuk mengakses laut adalah bagian dari keadilan sosial nan kudu dijaga. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menjamin akses publik terhadap sumber daya alam," imbuh Idrus.

Anggota DPR RI dari Dapil Banten III ini pun menambahkan, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) juga menegaskan kewenangan atas akses bebas ke laut bagi masyarakat lokal.

"Dampak sosial dan ekonomi keluhan nelayan tentang terhalangnya akses ke laut lantaran pagar bambu alias material reklamasi bukanlah perihal kecil. Mereka melaporkan kudu memutar jauh, nan mengakibatkan peningkatan konsumsi bahan bakar dan berkurangnya hasil tangkapan," ungkapnya.

Dampak ini, lanjut Idrus, tidak hanya mengurangi pendapatan family nelayan tetapi juga menakut-nakuti ketahanan pangan masyarakat lokal nan berjuntai pada hasil laut.

"Lebih ironis lagi, laporan Ombudsman Republik Indonesia menunjukkan bahwa reklamasi di area PIK 2 dilakukan dengan mengabaikan prosedur nan mengutamakan kesejahteraan masyarakat sekitar. Jika perihal ini benar, maka ada potensi maladministrasi nan kudu diusut tuntas," tegasnya.

Pembangunan Inklusif dan Berkeadilan

Terkait persoalan ini, Idrus pun mendorong adanya pembangunan nan inklusif dan setara bagi masyarakat, termasuk para nelayan.

"Sebagai Wakil Rakyat dari Dapil Tangerang Raya Banten, saya memahami kebutuhan untuk mendorong pembangunan. Namun, pembangunan haruslah inklusif, berkeadilan, dan tidak mengorbankan kewenangan masyarakat kecil. Proyek sebesar PIK 2, nan dikategorikan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), semestinya menjadi teladan dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan keadilan sosial," bebernya.

Pihaknya pun mendesak agar ada investigasi menyeluruh. Pertama, pemerintah wilayah dan pusat berbareng Ombudsman RI, kudu melakukan investigasi mendalam mengenai dugaan pemagaran laut dan dampaknya terhadap nelayan.

"Kedua, pertimbangan AMDAL: Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) kudu ditinjau ulang untuk memastikan bahwa kepentingan masyarakat lokal, termasuk nelayan, dilindungi," ucapnya.

Ketiga, lanjut Idrus, adanya perbincangan dengan nelayan. Ia mengungkapkan developer PIK 2 kudu membuka ruang perbincangan dengan nelayan lokal untuk mencari solusi nan adil, termasuk memberikan jalur akses pengganti alias kompensasi nan memadai.

"Keempat, Pengawasan Proyek PSN. DPR RI, melalui komisi terkait, kudu memastikan bahwa penyelenggaraan PSN tidak melanggar kewenangan masyarakat lokal," tegas Idrus.

Menjaga Hak Rakyat Membangun untuk Semua

Idrus pun menegaskan pembangunan tidak boleh menjadi argumen untuk mengabaikan kewenangan masyarakat kecil. Pasalnya, keberhasilan suatu proyek bukan hanya diukur dari gedung tinggi nan berdiri alias jumlah investasi nan masuk, tetapi dari sejauh mana manfaatnya bagi masyarakat.

"Sebagai Wakil Rakyat, saya bakal terus memperjuangkan keadilan bagi nelayan di Tangerang Raya dan memastikan bahwa bunyi mereka didengar. Semoga setiap langkah nan kita ambil untuk membangun bangsa ini senantiasa berdasarkan pada prinsip keadilan dan kesejahteraan bersama," jelas Wakil Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Johan Rosihan melakukan inspeksi mendadak (sidak) mengenai kasus pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang pada Rabu (8/1/2025). Dalam sidak ini, Johan turut didampingi Anggota Komisi IV lainnya Riyono 'Caping' dari Fraksi PKS DPR RI.

"Pemagaran laut ini adalah corak pelanggaran nyata terhadap kewenangan nelayan dan masyarakat pesisir. Pemerintah kudu segera memastikan legalitas tindakan ini dan mengambil langkah tegas jika terbukti melanggar aturan," ujar Johan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, kata Johan, pemanfaatan wilayah pesisir kudu dilakukan dengan izin resmi dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat setempat.

Selain itu, setiap aktivitas nan berpotensi merusak ekosistem laut diwajibkan mempunyai kajian akibat lingkungan (AMDAL) sesuai dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup.

Johan pun menegaskan jika pagar didirikan tanpa izin alias tanpa memperhatikan akibat ekologis dan sosial, maka tindakan tersebut berpotensi melanggar norma dan pelakunya dapat dikenai hukuman administratif hingga pidana.

"Nelayan adalah tulang punggung ekonomi pesisir. Hak mereka atas akses laut kudu dilindungi. Kasus ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa pengelolaan laut kudu mengutamakan keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat," pungkasnya.

(akd/ega)