Puasa Dan Penguatan Komunikasi Ke Dalam Diri

Sedang Trending 13 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Di tengah kehidupan modern nan penuh dengan distraksi digital dan hubungan tanpa henti, komunikasi sering dipahami sebagai sesuatu nan terjadi antara individu. Kita berbicara, mendengar, membaca, dan merespons secara terus-menerus dalam ekosistem info nan tak pernah berhenti. Namun, ada satu corak komunikasi nan kerap terabaikan, padahal sangat mendasar, ialah komunikasi intrapersonal: berbincang dengan diri sendiri.

Dalam kajian pengetahuan komunikasi, komunikasi intrapersonal didefinisikan sebagai proses berpikir, merenung, dan memahami diri sendiri. Joseph A. DeVito dalam The Interpersonal Communication Book menyebut bahwa komunikasi intrapersonal merupakan fondasi bagi semua corak komunikasi lainnya, lantaran dia membentuk kesadaran diri dan menentukan gimana seseorang merespons bumi luar.

Puasa, khususnya dalam konteks spiritual seperti bulan Ramadan, menjadi salah satu langkah nan unik untuk memperdalam komunikasi intrapersonal ini terkhususnya bagi umat muslim. Ketika seseorang berpuasa, dia tidak hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga dari beragam hawa nafsu alias dorongan nan mengendalikan dirinya. Ini selaras dengan konsep self regulation dalam ilmu jiwa komunikasi, di mana seseorang secara sadar mengendalikan pikiran, emosi dan perilakunya untuk mencapai tujuan tertentu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Momentum Menyelami Pikiran

Dalam kondisi puasa, tubuh mengalami keterbatasan bentuk nan secara paradoks justru membuka ruang refleksi mental. Leon Festinger dalam teori cognitive dissonance mengemukakan ketika ada ketidaksesuaian antara kebiasaan (misalnya, mau makan ketika lapar) dan patokan nan kudu diikuti (misalnya, larangan makan saat kondisi sedang berpuasa), otak manusia bakal berupaya menyesuaikan dengan menciptakan makna baru terhadap pengalaman tersebut.

Maka, puasa bukan sekadar menahan lapar, tetapi juga menjadi momentum untuk menyelami pikiran, mengendalikan emosi, dan menyusun ulang prioritas hidup.

Dalam komunikasi intrapersonal, ada konsep nan disebut metacognition alias kesadaran metakognitif, ialah keahlian untuk berpikir tentang pikiran sendiri. Ketika berpuasa, seseorang lebih mudah menyadari gimana pikirannya bekerja—apakah dia condong dikuasai oleh hawa nafsu, emosi sesaat, alias justru mempunyai kendali atas dirinya sendiri. Kondisi ini berangkaian erat dengan teori self-awareness dari Duval dan Wicklund, nan menyatakan bahwa ketika seseorang dalam keadaan sadar diri nan tinggi, dia lebih condong mengevaluasi tindakan dan keyakinannya sendiri.

Puasa, dengan segala keterbatasannya, memaksa perseorangan untuk menginternalisasi emosi dan pikirannya, sehingga menghasilkan pemahaman nan lebih mendalam tentang siapa dirinya.

Jeda nan Disengaja

Pada era media sosial, kita hidup dalam arus komunikasi nan tidak pernah berhenti. Pesan, notifikasi, dan buletin silih berganti memenuhi pikiran kita, sering tanpa memberikan ruang untuk beristirahat.

Dalam konteks ini, puasa bisa dipandang sebagai corak digital detox, sebuah jarak nan disengaja dari kebisingan info eksternal agar seseorang dapat lebih mendengarkan dirinya sendiri. Konsep ini sejalan dengan argumen Neil Postman dalam teori media ecology bahwa lingkungan komunikasi nan kita tempati sangat mempengaruhi langkah kita berpikir dan berinteraksi.

Ketika seseorang terus-menerus terpapar info dari luar, dia condong kehilangan kesempatan untuk memahami pikirannya sendiri. Oleh lantaran itu, puasa bisa menjadi momentum bagi seseorang untuk beristirahat dari gangguan eksternal dan membangun kembali hubungan dengan dirinya sendiri.

Memahami Diri Sendiri

Puasa bukan sekadar ritual keagamaan alias tentang tantangan fisik, tetapi juga proses komunikasi nan mendalam dengan diri sendiri. Melalui puasa, seseorang belajar mengendalikan keinginan, memahami pola pikirnya, serta menata ulang kehidupan dengan lebih sadar dan terarah.

Meskipun puasa bukan satu-satunya langkah untuk membangun komunikasi interpersonal nan efektif, puasa menawarkan ruang refleksi nan unik. Berbagai aktivitas lain, seperti olahraga, seni, dan meditasi, juga dapat menjadi sarana introspeksi. Namun, dalam konteks bumi digital nan semakin bising dan penuh distraksi, puasa menghadirkan momentum untuk kembali terkoneksi dengan diri sendiri—suatu perihal nan kerap terabaikan pada era sekarang.

Pada akhirnya, puasa menjadi refleksi bahwa komunikasi nan baik bukan hanya tentang penyampaian pesan, tetapi juga tentang memahami diri sendiri agar dapat membangun hubungan nan lebih selaras dengan orang lain.

Dalam bumi nan terus bergerak sigap dan penuh dengan hubungan nan serba instan, Ramadan menawarkan momentum berbobot untuk kembali kepada diri sendiri—menata pikiran, menyelaraskan emosi, dan pada akhirnya, memperbaiki langkah kita berkomunikasi dengan dunia.

Aditya Angga mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta

(mmu/mmu)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Ad Blocker Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

  1. Click the AdBlock icon in your browser
    Adblock 1
  2. Select, Dont run on pages on this domain
    Adblock 2
  3. A new window will appear. Click on the "Exclude" button
    Adblock 3
  4. The browser icon should turn green
    Blog MC Project
  5. Update the page if it doesnt update automatically. by MC Project
  1. Click the AdBlock Plus icon in your browser
    Adblock Plus 1
  2. Click on "Enabled on this site"
    Adblock Plus 2
  3. Once clicked, it will change to "Disabled on this site"
    Adblock Plus 3
  4. The browser icon should turn gray
    Webtool SEO Secret
  5. Update the page if it doesnt update automatically. by SEO Secret