Trump Ancam Tarif Tambahan Untuk Negara Pendukung Brics, Berlaku Mulai 1 Agustus

Sedang Trending 6 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Trump Ancam Tarif Tambahan untuk Negara Pendukung BRICS, Berlaku Mulai 1 Agustus Presiden AS Donald Trump(instagram/@realdonaldtrump)

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump menakut-nakuti menerapkan tarif tambahan sebesar 10% terhadap negara-negara nan mendukung kebijakan aliansi BRICS.

Peringatan tersebut disampaikan Trump melalui media sosial, menyusul kecaman terhadap organisasi nan dipimpin Tiongkok, Rusia dan India itu.

"Setiap negara nan berpihak pada kebijakan BRICS nan anti-Amerika, bakal dikenakan tarif tambahan sebesar 10%. Tidak bakal ada pengecualian untuk kebijakan ini," tulis Trump seperti dilansir BBC News, Senin (7/7).

Trump telah lama menyuarakan kritiknya terhadap BRICS, nan bermaksud meningkatkan posisi geopolitik negara-negara anggotanya serta menantang kekuasaan AS dan negara-negara Barat. 

Selain Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan sebagai pendiri, BRICS sekarang juga mencakup Mesir, Ethiopia, Indonesia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab, nan secara kolektif mewakili lebih dari separuh populasi dunia.

Awalnya, pemisah waktu perundingan tarif ditetapkan pada 9 Juli. Namun, pejabat pemerintah AS menyebut bahwa kebijakan tarif tambahan bakal mulai diberlakukan pada 1 Agustus. 

Sejauh ini, kesepakatan perdagangan baru hanya dicapai antara AS dengan Inggris dan Vietnam, meskipun tetap ada perbedaan pendapat mengenai pajak baja Inggris.

Sejak mulai menjabat pada Januari, Trump telah meluncurkan beragam kebijakan tarif impor, dengan argumen perlindungan industri manufaktur dan lapangan kerja dalam negeri. 

Pada bulan April, dia menyebut kebijakan tarif massalnya sebagai hari pembebasan, namun kemudian menunda implementasinya selama tiga bulan untuk memberi ruang negosiasi.

Saat ditanya apakah tarif bakal berubah pada 9 Juli alias 1 Agustus, Trump menjawab: "Itu bakal menjadi tarif, tarif bakal menjadi tarif," 

Dia menyebut bahwa sekitar 10 hingga 15 surat bakal dikirim ke negara-negara nan belum mencapai kesepakatan untuk memberi tahu mereka tarif baru nan bakal berlaku.

Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menegaskan bahwa tarif bakal mulai bertindak pada 1 Agustus. 

Sementara itu, Menteri Keuangan Scott Bessent menambahkan bahwa Trump bakal mengirimkan surat kepada negara-negara mitra nan belum mencapai kesepakatan, dengan peringatan bahwa mereka bakal kembali ke tingkat tarif seperti nan diumumkan pada 2 April.

Kebijakan ini muncul sebagai respons terhadap sikap negara-negara BRICS nan semakin vokal mengkritik tarif AS dan menyerukan reformasi global, termasuk terhadap Dana Moneter Internasional (IMF) dan sistem penilaian mata uang.

Dalam pertemuan BRICS dua hari di Rio de Janeiro, para pemimpin blok tersebut menekankan pentingnya reformasi lembaga-lembaga dunia dan menjadikan aliansi ini sebagai platform diplomatik pengganti di tengah ketegangan perdagangan internasional.

Pernyataan resmi para menteri finansial BRICS juga menyebut bahwa kebijakan tarif membawa akibat negatif terhadap perekonomian bumi dan menimbulkan ketidakpastian dalam perdagangan internasional.

Andrew Wilson dari Kamar Dagang Internasional menyatakan bahwa upaya menjauh dari perdagangan dengan Tiongkok bakal sangat susah bagi banyak negara. 

"Beralih dari Tiongkok di sejumlah sektor jauh lebih susah dicapai di bumi dalam praktiknya," katanya. 

Dia menyoroti kekuasaan Tiongkok dalam sektor kendaraan listrik, baterai, serta mineral langka seperti magnet sebagai tantangan utama.

Dalam pertemuan nan sama, para pemimpin BRICS juga mengecam serangan Israel dan AS terhadap Iran pada bulan Juni, nan dinilai melanggar norma internasional. 

Serangan tersebut menargetkan beragam lokasi, termasuk akomodasi nuklir, sebelum akhirnya gencatan senjata disepakati.

KTT ini dihadiri langsung oleh beberapa kepala negara, termasuk Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa. 

Presiden Tiongkok Xi Jinping tidakhadir dan diwakili oleh Perdana Menteri Li Qiang, sementara Presiden Rusia Vladimir Putin datang secara daring lantaran tetap menjadi subjek surat perintah penangkapan ICC mengenai dugaan kejahatan perang di Ukraina.

Pada 2024 lalu, Trump juga sempat menakut-nakuti bakal mengenakan tarif hingga 100% terhadap negara-negara BRICS jika mereka tetap melanjutkan rencana mata duit berbareng untuk menyaingi dolar AS. (H-4)