Iska Ingatkan Penguatan Pancasila Untuk Cegah Aksi Intoleransi Terjadi

Sedang Trending 6 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

librosfullgratis.com, Jakarta Presidium Dialog Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan PP Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Restu Hapsari menyayangkan apa nan terjadi di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat. Dia pun mengingatkan pentingnya menjaga semangat Bhinneka Tunggal Ika.

"Indonesia dibangun di atas keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan. Semangat persatuan dalam perbedaan ini kudu terus dipupuk dan dijaga oleh seluruh komponen bangsa," kata dia dalam keterangannya, Senin (30/6/2025).

Restu pun mengingatkan, pentingnya edukasi dan literasi toleransi di seluruh lapisan masyarakat, mulai dari keluarga, sekolah, hingga komunitas.

"Kami menyerukan penguatan edukasi dan literasi toleransi serta pluralisme di semua tingkatan masyarakat, mulai dari keluarga, sekolah, hingga komunitas. Pemahaman nan keliru serta minimnya pengetahuan tentang keberagaman seringkali menjadi pemicu tindakan intoleran," jelas dia.

"Edukasi nan berkepanjangan bakal membantu membangun masyarakat nan saling menghargai dan menghormati perbedaan kepercayaan dan kepercayaan," sambungnya.

Restu juga menekankan pentingnya memperkuat kerja sama lintas kepercayaan dan kepercayaan melalui perbincangan dan kolaborasi.

"Ketika masyarakat dari beragam latar belakang kepercayaan saling berinteraksi, bergotong royong, dan memahami satu sama lain, tembok-tembok prasangka bakal runtuh, jembatan persaudaraan nan selaras bakal terbangun," katanya.

Pancasila Jadi Pedoman Hidup

Menurut Restu, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 kudu tetap menjadi pedoman hidup dan landasan konstitusional hidup berbangsa.

"Nilai-nilai Ketuhanan nan Maha Esa, Kemanusiaan nan Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan nan Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah fondasi nan tak bisa ditawar. Setiap tindakan nan bertentangan dengan nilai-nilai ini adalah ancaman terhadap keutuhan bangsa," ungkap Restu.

Sementara, Ketua Presidium PP ISKA, Luky Yusgiyantoro mengimbau agar kehadiran negara tidak hanya dalam corak penindakan, tetapi juga melalui upaya pencegahan dan mediasi, dan berambisi kejadian serupa tak terulang lagi.

"ISKA berambisi kejadian seperti ini tidak terulang kembali dan menjadi pelajaran berbobot bagi kita semua untuk senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika," kata dia.

Warga Protes

Suasana mencekam terjadi saat puluhan penduduk menggeruduk sebuah rumah singgah di Kampung Tangkil, RT 004/RW 001, Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. 

Rumah singgah tersebut diduga digunakan sebagai tempat ibadah keagamaan tanpa izin resmi dari pemerintah, memicu keresahan di kalangan masyarakat.

Keresahan penduduk memuncak pada pekan ini ketika ratusan masyarakat dari Desa Tangkil mendatangi langsung rumah tersebut.

Massa mendesak agar aktivitas keagamaan yang berjalan di sana segera dihentikan dan kegunaan rumah dikembalikan sebagai tempat tinggal, sesuai dengan perizinan nan berlaku.

Ketua RT 04, Hendra, membenarkan adanya tindakan protes ini. Ia menjelaskan bahwa penduduk merasa resah lantaran rumah tersebut telah beberapa kali digunakan untuk aktivitas keagamaan, termasuk misa nan dihadiri oleh puluhan orang. Warga berambisi pemerintah desa dan pihak berkuasa segera mengambil tindakan tegas.

"Rumah ini sudah tiga kali digunakan untuk misa. Pernah suatu waktu ada 23 mobil dan satu bus datang. Kami sudah pernah menegur dan menolak agar tempat ini tidak dijadikan sarana peribadatan," jelas Hendra dikonfirmasi pada Minggu (29/6/2025). 

Kepala Desa Tangkil, Ijang Sehabudin, menegaskan bahwa pemerintah desa sebenarnya telah melakukan upaya mediasi sejak jauh hari. 

Menurut Ijang, rumah tersebut secara legal hanya berizin sebagai rumah tinggal alias rumah singgah, bukan untuk aktivitas keagamaan. Namun, pemilik rumah tetap menggelar aktivitas ibadah meskipun telah mendapat teguran dan masukan dari penduduk setempat.

"Legalitas tempat ini hanya untuk rumah singgah alias tempat tinggal. Tapi kenyataannya digunakan untuk ibadah. Masyarakat akhirnya bergerak sendiri lantaran merasa tidak dihargai," ujarnya. 

Ijang menambahkan bahwa pihak desa berbareng unsur Muspika, termasuk Babinsa, Bhabinkamtibmas, Kapolsek Cidahu, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kecamatan, sudah mengambil langkah pencegahan konflik agama ini tiga minggu sebelumnya, namun aktivitas keagamaan tetap berlanjut.